Review Artikel Berjudul “Online Learning Participation Intention after COVID-19 Pandemic in Indonesia: Do Students Still Make Trips for Online Class?”

Review Artikel

“Online Learning Participation Intention after COVID-19 Pandemic in Indonesia: Do Students Still Make Trips for Online Class?”

Ditulis oleh: Dwi Prasetyanto, Muhamad Rizki, dan Yos Sunitiyoso

Pendahuluan

        Pada era sekarang, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berkembang sangat cepat. Salah satu perubahan besar yang dibawa TIK adalah telecommuting, termasuk pembelajaran daring, yang mengurangi kebutuhan kita untuk bepergian dan hadir secara langsung. Masalah penelitian ini berfokus pada bagaimana telecommuting dan pembelajaran daring mempengaruhi kegiatan perjalanan kita. Ada penelitian yang mengatakan bahwa pembelajaran daring bisa mengurangi perjalanan (efek substitusi), namun ada juga yang mengatakan sebaliknya, yaitu pembelajaran daring malah bisa meningkatkan perjalanan (efek modifikasi, netral, dan induksi perjalanan). Penelitian ini ingin melihat bagaimana pembelajaran daring mempengaruhi perjalanan di Indonesia setelah pandemi COVID-19, terutama karena Indonesia adalah negara berkembang dengan jumlah mahasiswa yang besar. Penelitian ini juga ingin tahu apakah mahasiswa akan terus menggunakan pembelajaran daring setelah pandemi, serta faktor apa saja yang mempengaruhi niat mereka. Data dari penelitian ini dapat membantu pengelolaan perjalanan di kota-kota besar di masa depan. Metode yang digunakan adalah kuesioner daring dengan Analisis Diskriminan (DA) dan Regresi Logistik Multinomial (MNL) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelajaran daring.

 

Tinjauan Pustaka

        Bagian ini membahas bagaimana pembelajaran daring berkembang seiring dengan kemajuan TIK. Pembelajaran daring dianggap sebagai cara yang lebih efisien, mudah diakses, dan murah untuk pendidikan. Selama pandemi COVID-19, pembelajaran daring berkembang pesat di seluruh dunia, bahkan pasar globalnya mencapai USD 222 miliar pada tahun 2020. Beberapa penelitian meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran daring, seperti kualitas pengajar, infrastruktur TIK, dan kesiapan siswa. Namun, ada juga tantangan seperti gangguan komunikasi, masalah teknis, dan informasi yang berlebihan yang bisa mengganggu proses belajar. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, etnis, dan kemampuan finansial juga berperan dalam bagaimana siswa mengikuti pembelajaran daring, terutama di negara berkembang di mana akses ke teknologi tidak merata.

        Tinjauan ini juga melihat dampak pembelajaran daring terhadap perjalanan. Sebagai bagian dari telecommuting, pembelajaran daring seharusnya mengurangi kebutuhan untuk bepergian, yang bisa mengurangi emisi karbon—tujuan utama banyak universitas. Namun, dampaknya terhadap perjalanan bisa berbeda-beda tergantung pada kualitas infrastruktur TIK dan perilaku siswa. Ada empat dampak potensial dari TIK terhadap perjalanan: pengganti, menciptakan perjalanan baru, mengubah perjalanan yang sudah ada, atau tidak ada dampak sama sekali. Di Indonesia, distribusi infrastruktur TIK yang tidak merata membuat perkiraan dampak terhadap perjalanan menjadi lebih rumit.

        Kesimpulannya, meskipun pembelajaran daring sudah banyak digunakan selama pandemi dan ada rencana untuk melanjutkannya, penelitian tentang dampaknya terhadap perjalanan masih terbatas, terutama di negara-negara berkembang. Memahami dampak ini penting untuk mengelola perjalanan di kota-kota besar secara berkelanjutan, mengingat pertumbuhan pasar pembelajaran daring yang diperkirakan akan terus meningkat.

 

Metodologi

        Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk melihat bagaimana TIK dan pembelajaran daring mempengaruhi perilaku perjalanan, terutama setelah pandemi COVID-19. Penelitian ini dirancang berdasarkan teori-teori dari penelitian sebelumnya dan bertujuan untuk mengeksplorasi preferensi mahasiswa terhadap jadwal dan lokasi pembelajaran daring setelah pandemi. Data diambil dari kuesioner daring yang dibagikan kepada 906 mahasiswa di Bandung, Indonesia.

        Analisis dilakukan dalam dua bagian utama: (1) frekuensi mingguan preferensi pembelajaran daring yang dianalisis menggunakan Analisis Diskriminan (DA), dan (2) preferensi lokasi pembelajaran daring yang dianalisis menggunakan model Logit Multinomial (MNL). DA digunakan untuk membandingkan variabel dan menghasilkan fungsi diskriminan, sementara model MNL digunakan untuk memeriksa perilaku pilihan lokasi pembelajaran daring. Studi ini juga menggunakan Analisis Faktor Eksploratori (EFA) untuk menilai pengaruh lingkungan tempat tinggal terhadap perilaku e-learning. Analisis ini didukung oleh indikator reliabilitas yang menunjukkan konsistensi variabel yang baik.

 

Hasil

        Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi siswa terhadap frekuensi dan lokasi e-learning pasca-pandemi sangat bervariasi. Analisis Diskriminan (DA) menunjukkan bahwa siswa yang lebih suka frekuensi e-learning yang lebih tinggi dipengaruhi oleh kualitas pengajaran, fleksibilitas jadwal, dan minimnya gangguan seperti masalah komunikasi dan gangguan di rumah. Sebaliknya, siswa dengan uang saku bulanan yang lebih tinggi atau yang mengalami gangguan di rumah lebih suka frekuensi e-learning yang lebih rendah.

        Untuk preferensi lokasi e-learning, model Logit Multinomial (MNL) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki pandangan positif terhadap e-learning lebih suka belajar sendirian di rumah, terutama karena mereka menghargai penghematan waktu dan kemampuan untuk fokus. Namun, mereka yang merasa e-learning meningkatkan keterampilan TIK mereka lebih cenderung belajar bersama teman di rumah. Pengalaman negatif seperti pusing karena terlalu lama menatap layar membuat beberapa siswa memilih belajar di luar rumah, seperti di kampus atau di kafe.

        Lingkungan tempat tinggal juga berpengaruh, di mana siswa yang tinggal di lingkungan yang lebih baik dan aman lebih suka belajar di rumah, sementara mereka yang tinggal di area yang lebih hijau dengan fasilitas jalan kaki lebih memilih belajar di kampus. Siswa yang lebih tua cenderung belajar di rumah, sementara siswa laki-laki dan mereka yang memiliki uang saku lebih besar lebih suka belajar di luar kampus. Menariknya, siswa yang memiliki lebih banyak smartphone juga cenderung belajar di luar rumah.

 

Diskusi

        Diskusi ini menyoroti bahwa perilaku e-learning siswa pasca-pandemi dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pengalaman selama e-learning, pandangan mereka terhadapnya, dan lingkungan tempat tinggal. Meskipun ada tantangan selama pandemi COVID-19, siswa tetap tertarik dengan e-learning, terutama karena fleksibilitasnya dan potensi untuk mengelola jadwal dengan lebih baik. Pengalaman positif dengan e-learning, seperti komunikasi yang baik dengan dosen dan teman sekelas, membuat siswa lebih suka e-learning, sedangkan pengalaman negatif seperti gangguan di rumah dan masalah komunikasi menurunkan minat siswa terhadap e-learning.

        Lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi preferensi lokasi e-learning. Siswa yang tinggal di lingkungan yang lebih baik dan aman lebih suka belajar di rumah, sementara mereka yang tinggal di area hijau lebih suka belajar di kampus. Siswa yang lebih kaya dan siswa laki-laki lebih suka belajar di luar kampus, seperti di kafe. Tantangan seperti infrastruktur TIK yang buruk dan pusing karena terlalu lama menatap layar mendorong siswa untuk mencari tempat belajar yang lebih nyaman dan memiliki kualitas internet yang lebih baik. Diskusi ini menekankan bahwa meskipun e-learning bisa mengurangi waktu perjalanan, itu tidak sepenuhnya menghilangkan kebutuhan untuk datang ke kampus, karena siswa masih memerlukan lingkungan yang mendukung untuk belajar dengan efektif. Temuan ini menunjukkan bahwa pengurangan emisi gas rumah kaca dari e-learning mungkin tidak sebesar yang diharapkan.

 

Kesimpulan

        Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun e-learning menawarkan manfaat seperti manajemen waktu yang lebih baik, ada juga tantangan seperti masalah komunikasi, internet yang tidak stabil, dan lingkungan rumah yang tidak mendukung, yang membuat siswa memilih untuk mengurangi frekuensi e-learning. E-learning tidak sepenuhnya menghilangkan kebutuhan untuk bepergian, karena beberapa siswa masih harus bepergian untuk belajar, terutama mereka yang memiliki uang saku lebih tinggi atau yang tinggal di rumah dengan kondisi yang tidak mendukung. Penelitian ini menyarankan agar institusi pendidikan meningkatkan metode pengajaran, memperbaiki komunikasi, dan memastikan ketersediaan ruang yang cukup di kampus untuk e-learning. Selain itu, perlu ada peningkatan infrastruktur TIK, terutama di daerah dengan kualitas internet yang buruk, agar e-learning bisa berjalan lebih efektif. Penelitian ini juga menyarankan agar penelitian lebih lanjut dilakukan untuk memahami dampak e-learning terhadap perjalanan dan membantu dalam merancang kebijakan transportasi yang lebih baik dan berkelanjutan di kota-kota besar.


Catatan:

Artikel ini direview oleh Mahasiswa Prodi S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Surabaya atas nama Salsabila Aulia Fahma Al Firdaus (NIM. 24040254109) sebagai salah satu syarat penyelesaian tugas Pra-PKKMB Universitas Negeri Surabaya Tahun 2024.

Sumber Jurnal:

Sustainability | Free Full-Text | Online Learning Participation Intention after COVID-19 Pandemic in Indonesia: Do Students Still Make Trips for Online Class? (mdpi.com) 

Komentar